Kamis, 29 Desember 2011

bioteknologi pertanaian

D. Bioteknologi Pertanian
Teknologi rekayasa genetika merupakan salah satu alternatif solusi yang dibutuhkan, karena pemuliaan tanaman setelah keberhasilan revolusi hijau dalam memberikan varietas tanaman dengan hasil panen yang signifikan berlipat. Bioteknologi telah ma mpu memodifikasi genetika sehingga dihasilkan tanaman tahan hama. Salah satu contoh adalah tanaman tahan hama serangga lepidoptera. Hama serangga merupakan salah satu penyebab kerugian yang bernilai ekonomis dalam bidang pertanian. Tanaman tahan hama menawarkan manfaat bagi para petani, masyarakat umum, dan lingkungan, antara lain sebagai berikut:
- Pengontrolan hama serangga yang lebih dapat diandalkan, lebih hemat biaya, dan tenaga kerja.
- Meningkatkan pengontrolan hama lepidoptera tanpa membahayakan spesies nontarget, termasuk serangga berguna.
- Mengurangi penggunaan insektisida secara kimia dengan tetap mempertahankan hasil panen.
- Mengurangi ketergantungan petani pada pestisida.
- Mereduksi mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur yang timbul pada luka tanaman yang dihasilkan serangga.
Banyak ahli dan petani yang optimis bahwa prospek penggunaan bioteknologi pertanian dapat digunakan untuk meningkatkan hasil/ panen dannilaigiziproduk-produk dari tanaman pangansambil mengurangi penggunaan pestisida kimiawi. Biotenologi dapat meningkatkan tanaman pangan melalui penambahan satu atau beberapa gen untuk membuat agar tanaman tersebut lebih toleran terhadap stres dan lebih resisten terhadap hama dan penyakit. Ada banyak isu yang terkait dengan transfer bioteknologi di negara-negara sedang berkembang. Masalah yang dikhawatirkan timbul antara lain sebagai berikut:
- Pengurangan keanekaragaman karena paksaan atau dorongan untuk menggunakan satu atau beberapa varietas tanaman sehingga dapat memicu serangan hama atau stres baru yang tidak diperkirakan sebelumnya.
- Penguasaan atau konsentrasi perusahaan biji hanya pada perusahaan tertentu, sehingga dapat mengendalikan pasar.
- Kurangnya fasilitas dan pengetahuan untuk menguji kelayakan tanaman khususnya di daerah tropika dengan jenis hama yang bervariasi.
- Masalah paten, rahasia perusahaan yang dimiliki oleh perorangan atau perusahaan atau institusi tertentu sehingga tidak semua orang dapat menggunakan produk-produk paten tanpa izin atau tanpa membayar royalti.
- Kurangnya pengetahuan tentang proses dan pengujian yang teliti untuk mencegah munculnya atau tersebarnya alergan.
- Kurangnya pengetahuan akan perkembangan resistensi hama terhadap bahan kimia tertentu yang digunakan untuk memberantasnya. Diperkirakan bahwa hama yang pada mulanya sensitif terhadap toksin, kemungkinan akan mengembangkan ciri barn yang membuatnya resisten terhadap toksin.
- Tantangan dari berbagai pihak yang tidak menyetujui dengan upaya-upaya manipulasi alam dan gangguan terhadap alam.
E. Pemberdayaan dan Kewirausahaan Petani Kecil
Bertolak dari keadaan yang telah dikemukakan, untuk mengantarkan petani agar berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dalam ekonomi global diperlukan adanya pemberdayaan (empowerment) dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan (enterpreneurship). Dalam hubungannya dengan pemberdayaan, Friedman (1992 dalam Molo, 1999) mengatakan bahwa rumah tangga mem iliki tiga macam kekuatan: sosial, politik, dan psikologis. Kekuatan sosial menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi, termasuk informasi, pengetahuan, dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial, dan sumber-sumber keuangan. Jika ekonomi rumah tangga meningkatkan aksesnya pada dasar-dasar produksi, boleh diharapkan kemampuannya dalam menentukan tujuannya juga meningkat. Kekua tan psikologis direfleksikan dalam rasa memiliki potensi individu. Dalam hubungan ini peningkatan kemandirian dapat dicapai melalui pemherdayaan yang bersifat partisipatif. Artinya, untuk mencapai perubahan diperlukan partisipasi keluarga petani tanpa mengurangi esensi inisiatif program-program di atas.
Pemberdayaan petani sudah barang tentu harus dilakukan secara bertahap. Pemberdayaan dapat dilakukan antara lain dengan menstimulasi munculnya jiwa kewirausahaan di antara para petani kecil. Menurut Schumpeter (dalam Molo, 1999) wirausahawan adalah penggerak utama pembangunan ekonomi, yang berfungsi untuk melakukan inovasi atau merancang kombinasi-kombinasi baru. Dengan keyakinan tersebut kita dapat berharap bahwa dengan merekayasa kewirausahaan di kalangan petani, mereka akan menjadi penggerak, dan bukan penerima pasif terhadap ide-ide pembangunan pertanian.
Meredith et al., (dalam Molo, 1999) mengemukakan enam ciri dan sifat wirausaha, yaitu (1) percaya diri (mempunyai keyakinan, ketidaktergantungan, individualitas yang optimis), (2) berorientasi pada tugas dan hasil (kebutuhan berprestasi, berorientasi untuk memperoleh laba, tekun dan tabah, memiliki tekad untuk bekerja keras, mempunyai motivasi kuat, energik, dan berinisiatit), (3) pengambil risiko (kemampuan mengambil risiko, suka pada tantangan), (4) kepemimpinan (bertingkah laku seperti pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain), (5) keorisinilan (inovatif dan kreatif, fleksibel, punya banyak sumber daya, serba bisa, berpengetahuan luas), dan (6) berorientasi ke masa depan (pandangan ke depan, perspektif). Sebagai usahawan para petani juga diberi kesempatan untuk menghadapi berbagai risiko, termasuk di antaranya: risiko finansial (pendapatan dan modal) dan risiko moril.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar